di Perancis, Mereka Terpaksa 'Bersembunyi' termasuk Nicholas Anelka
Sebagian besar Muslim baru di Prancis bakal berpikir dua kali sebelum memutuskan mengumumkan keyakinan baru mereka karena khawatir akan mendapat perlakuan diskriminatif dari keluarga atau rekan mereka,'' kata Maqali Snebat, juru bicara League of French Muslim Women.
Nicolas Anelka menjadi contoh yang dipilih Snebat. Bintang lapangan hijau ini terpaksa memendam identitasnya sebagai Muslim selama empat tahun. Sayangnya, kekhawatiran Anelka terbukti. Pria yang sempat bermain untuk Paris Saint-German, Arsenal, Real Madrid, Liverpool, dan Manchester City, akhirnya harus hengkang. Ia harus bergabung dengan liga Turki karena mengalami pelecehan bertubi-tubi. (Sekarang bermain di Chelsea)
Keprihatinan lainnya adalah penelitian terakhir yang menyebutkan bahwa ada 22 warga Prancis yang bergerak bersama kelompok perlawanan di Irak. Tujuh orang di antaranya tewas dan tiga orang lainnya dalam tahanan pasukan pendudukan Amerika Serikat. Tantangan ini membuat sejumlah ulama di Prancis akhirnya merumuskan fatwa tersendiri untuk mualaf Prancis. Fatwa ini memutuskan, seorang mualaf dapat menyembunyikan dulu identitas sebagai Muslim jika khawatir akan ditolak oleh anggota keluarga, rekan, atau pelecehan dalam hal keamanan.
Kepedihan tak berhenti di situ. Banyak warga Arab dan Muslim yang terpaksa mengubah nama dan menyembunyikan asal-usul mereka. Semua itu dilakukan demi menghindari perlakuan diskriminatif dari polisi atau pun bos mereka di tempat bekerja. Riset dari French Observatory Against Racism di Sorbonne awal tahun ini mengngkap bahwa nama berbau Arab dan warna kulit gelap menjadi batu sandungan dalam mencari pekerjaan.
Harus bangga
Namun terancam pelecehan atau diskriminasi bukan berarti kehilangan rasa bangga. Itu kata Snebat. Menurutnya, seorang mualaf harus bangga pada Islam dan tak usah menutup-nutupi soal ibadah mereka. ''Ada banyak contoh Muslim Prancis yang baru masuk Islam, yang meraih kehormatan di salah gerbang sekulerisme Eropa ini,'' kata Snebat.
Snebat mencontohkan Eric Geofroy, seorang profesor terkemuka di Strasbourg University. Ia memiliki reputasi terhormat di hadapan rekan-rekannya. ''Ia dihormati Menteri Dalam Negeri Nicolas Sarkozy, yang menawari ia keanggotaan istimewa dalam Dewan Prancis untuk Agama Islam (CFCM),'' tutur Snebat. Namun itu pun bukan satu-satunya contoh teladan. Banyak Muslim lain yang menjadi panutan bagi generasi muda dan Prancis secara umum, seperti komedian kondang Jamel Debbouze.
''Saya bangga menjadi Muslim. Saya berpuasa di bulan Ramadhan, saya tidak pernah minum alkohol, dan tidak merokok. Saya tidak pernah berpikir untuk menggunakan narkoba,'' begitu kata-kata yang selalu diucapkan Debbouze saat diwawancarai televisi. Itulah sekelumit kehidupan Muslim Prancis. Jika mereka bisa bangga, apalagi bagi umat Islam di Indonesia --negara berpenduduk Muslim terbesar dunia. Mayoritas tak mesti menindas, minoritas pun tak boleh tertindas. (yy )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar